Senyum kecilnya (Part 1) | Cerpen santri mufrod mabni




Pagi ini seperti biasa berangkat menuju sekolah. Tempat aku mengajar, tepatnya dipeseisir kota, sekat pantai. Dengan santai aku melajukan sepeda motor kesayanganku. Motor inilah yang telah menemaniku mulai aku duduk di bangku kuliah sampai aku selesai dan sampai aku mengajar, aku mengajar di sekolah dasar islam(SDI) 

Murid-murid biasa memanggilku pak Harun. 
Ya itulah namaku.
Tempatku tinggal tidak seramai pusat kota, tapi juga terlalu sepi seperti di pedesaan. 
Aku masih bisa melihat pemandangan pantai yang eloknya masi terjaga. Di pinggirnya masih banyak poho hijau. Tepatnya jalan yang kulewati menuju sekolah itu ada di pinggir pantai. Sungguh setiap pagi aku selalu disambut dengan keindahan alamnya. Membuatku tak lupa untuk selalu bersykur. Itu membuatku lebih bahagia.
Tapi seketika aku ingat perkataan ibuku tadi pagi sebelum berangkat, bahkan ini bukan pertama kalinya.bahkan sering. 
Apalagi kalau bukan tentang jodoh, ibuku slalu berkata ;
“harun, kamu itu sudah pantas puya anak, ayah dan ibu juga sudah pingin punya cucu. Adik perempaunmu juga masih sma. massih lama untuk kasih ibu cucu.”
Ibuku setengah memarahiku.

“iya ibu. Harun nanti pasti menikah kok, tapi belum sekarang, harun merasa belum ada yang cocok, bahkan kadang tak sempat memikirkan itu.”

Kami sering berdialog atau berdebat tentang itu, aku tak tau kenapa ayahku malah tak banyak bicara, hanya sering tersenyum meihat ibuku setengah memarahiku.
“nanti juga kalok udah saatnya, pasti ketemu kok jodohnya” kata yang sering keluar ketika aku dan ibuku membicarakan itu. Seolah meledek ibuku.
Entah kenapa aku lebih senang mendengarkan perkataan ayahku. Setidaknya tidak menambah pikiranku. Aku lebih memikirkan perkembangan sekolah dan muridmurid.

Tak terasa aku telah sampai di gerbang sekolah.
“assalamu’alaikum pak harun” suara salam ramai, menyapaku dengan riang.
“wa’alaikum salam anak-anak” balasku diiringi senyum.
Aku selalu bahagia melihat mereka riang.

Langsung saja kupaarkirkan sepeda motorku di tempat parkir.
Aku menuju ruang guru samil membalas salam murid-murid silih berganti

“Assalamu’alaikum” salamku masuk ke ruang guru
“wa’alaikum salaam” jawab rama para guru

Aku bergegas menuju absen guru dan mengisinya.
Lalu menuju bangku ku. Aku menyiapkan buku materi.
Tak lama lonceng berbunyi
Teng, teng, teng.. tanda masuk dan jam pelajaran.

bersambung..
IN FRAME Lailatul inayah

Comments

Popular posts from this blog

Risalah Hidayah

Jemuran yang Tak Pernah kering

Pengertian mufrod mabni